Tentang Yoga Aji Saputra

Jumat, 29 Juli 2016

Apa penyebab degradasi moral di Indonesia?

Mungkin sebagian orang berfikir, apa sebenarnya yang menyebabkan Indonesia saat ini mengalami krisis moral? Persoalan ini begitu kompleks karena bukan persoalan baru lagi di negara kita, namun baru booming baru-baru ini. Pemerkosaan, tawuran, seks bebas, penyalahgunaan narkoba, hingga korupsi yang makin merajalela. Indonesia butuh solusi untuk menghadapi situasi genting semacam ini. Apalagi sasaran utamanya yaitu para pemuda yang merupakan penerus tongkat estafet kepemimpinan bangsa. Hingga Bung Karno pernah berkata "Berikan saya sepuluh pemuda, maka akan saya gemparkan dunia. Berikan saya sepuluh orang tua, maka akan saya cabut mahameru". Betapa potensialnya pemuda jika dapat dapat diarahkan dengan baik.


Beberapa penyebabnya, antara lain.

1. Lemahnya iman. Iman seseorang tercermin dalam akhlaqnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa apabila akhlaqnya baik tentu akan baik pula imannya, sebaliknya apabila akhlaqnya buruk maka buruklah pula imannya. Ini terdapat dalam salah satu hadist Rasulullah Saw. yang artinya “Orang yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya”.

2. Pergaulan. Memang faktor yang satu ini tidak dapat dibendung, karena  pada dasarnya manusia adalah zoon piliticon atau makhluk yang memiliki sifat sosial. Jadi kita tidak akan mungkin mencegah individu untuk berinteraksi dengan lainnya. Yang diperlukan disini adalah filtrasi dan seleksi pergaulan yang mengarahkan kita kepada hal yang positif. Mental seseorang akan tumbuh dari pergaulannya sehari-hari. Tidak selamanya pergaulan bersifat negatif, banyak pula yang bernilai positif tergantung dari cara pemilihan individu masing-masing.

3. Kurangnya kontrol dari orang tua. Kedua orang tua kita merupakan keluarga kecil yang pertama kita kenal dimana kita diajarkan tentang berbagai macam pelajaran. Bahkan ada pula yang tidak kita dapat dari manapun. Pelajaran itu dinamakan kasih sayang. Jadi jangan salahkan anak yang nakal jika mereka terlahir dari keluarga broken home. Karena sejak kecil mereka tidak pernah merasakan indahnya kasih sayang orang tua.

Lalu apa yang dapat kita lakuakan untuk menghadapi situasi ini?

Menurut penulis ada satu hal yang dapat mengatasi semua persoalan di atas.

"Jangan menunda lagi untuk menitipkan anak anda ke Pondok Pesantren."

Dari sekian banyak lembaga pendidikan saya rasa Pondok Pesantren merupakan solusi terbaik untuk mengatasi persoalan ini. Karena Pondok Pesantren bukan hanya mempelajari pelajaran religi saja. Kini pondok pesantren telah ber-evolusi menjadi lembaga pendidikan yang kompleks. Bukan hanya pelajaran eksakta, humaria ataupun religi semata. Namun terdapat satu aspek yang jarang ditemui di lembaga pedidikan lainnya yaitu pendidikan moral. Karena di Pondok pesantren, sebelum kita mempelajari Ta'lim, terlebih dahulu kita harus Ta'dim kepada Ustadz atau Kyai. Ilmu itu di ibaratkan cahaya, dan sifat cahaya yakni dapat menembus benda bening. Jadi sebelum di isi cahaya, terlebih dahulu wadah tersebut dibersihkan dari segala kotoran. Kotoran tersebut merupakan perumpaan dari penyakit-penyakit hati seperti egois, serakah, dengki, rakus, pemarah dan masih banyak lagi. Setelah wadah tersebut bersih barulah diisi dengan ilmu pengetahuan yang akan disampaikan oleh para kyai, ustadz dan juga guru.

Banyak orang beranggapan bahwa Pondok Pesantren itu kolot, tidak mengikuti perkembangan zaman, dan beragam spekulasi lainnya. Namun itu semua terbantahkan dengan perkembangan pesat Pondok Pesantren di Indonesia saat ini. Kini telah banyak berkembang di masyarakat Pondok Pesantren berbasis Iptek. Sejarah juga mencatat bahwa banyak santri yang menjadi ahli di bidang yang beragam. Ada yang di bidang politik, perbankan, surat kabar, dan masih banyak lainnya. Faktanya presiden Indonesia ke-4 (KH Abdurahman Wahid) dulunya juga seorang santri. Hingga tokoh dunia seperti Douwes Dekker pernah berkata dalam bukunya: “Kalau tidak ada kyai dan pondok pesantren, maka patriotisme bangsa Indonesia sudah hancur berantakan.” Siapa yang berbicara? Douwes Dekker, orang yang belum pernah nyantri di pondok pesantren. Seumpanya yang berbicara saya, pasti ada yang berkomentar: “Hanya biar pondok pesantren laku.” Tapi kalau yang berbicara orang “luar”, ini temuan apa adanya, tidak dibuat-buat.


Siapkah anda untuk merubah moral bangsa ini?